Credits: cdn.infobrand.id
Berita industri kesehatan jarang jadi sorotan utama, tapi langkah Kalbe Farma baru-baru ini patut dicermati lebih jauh, tapi kali ini dari sisi lapangan kerja, transfer teknologi, dan arah kemandirian alat medis nasional.
PT Kalbe Farma Tbk, lewat anak usahanya PT Forsta Kalmedic Global, baru saja meresmikan pabrik CT Scan pertama di Asia Tenggara. Dalam pernyataan resminya, Presiden Direktur Kalbe Farma, Bernadette Ruth Irawati Setiady, mengungkap rencana jangka panjang perusahaan untuk memasok alat pencitraan medis ini ke pasar regional, termasuk menyertakan pelatihan tenaga kesehatan agar siap mengoperasikan teknologi buatan lokal. “Pabrik ini merupakan yang pertama di antara negara anggota Asean. Mudah-mudahan kami bisa mengisi pasar CT Scan di negara-negara anggota Asean,” ujar Irawati, Senin (2/6), dikutip dari Katadata.
Data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa kebutuhan CT Scan di dalam negeri masih didominasi oleh produk impor. Nilai impor alat ini bahkan sempat menyentuh angka US$ 64,8 juta pada 2022. Menurut Solehan, Direktur Industri Permesinan dan Mesin Alat Pertanian Kemenperin, harga alat ini sangat mahal, berkisar antara US$ 285.000 hingga US$ 2,1 juta per unit. Tak heran jika industri alat kesehatan dalam negeri selama ini hanya bermain di level teknologi rendah sampai menengah.
Pabrik Frosta di Bogor, Jawa Barat, disebut mampu memproduksi 52 unit CT Scan per tahun (satu unit per minggu) dengan waktu perakitan 3-4 hari dan pengujian selama 3 hari. Direktur Frosta, Yvone Astri Della Sijabat, menjelaskan bahwa kapasitas ini bisa dinaikkan dua kali lipat jika dibutuhkan. Ia juga menambahkan bahwa produknya telah memenuhi syarat TKDN lebih dari 25%, selaras dengan Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2025 yang mewajibkan pembelian alat kesehatan dalam negeri oleh institusi pemerintah.
Peluang Kerja dan Potensi SDM Lokal
Dari perspektif HR dan organisasi, ini hal menarik karena lagi-lagi ada peluang penyerapan tenaga kerja teknis dengan keahlian tinggi, dan peluang tumbuhnya ekosistem industri alat kesehatan dalam negeri. Jika Kalbe mampu membangun lini pelatihan yang terintegrasi dengan produksi, maka kita akan menyaksikan potensi lahirnya SDM baru yang siap mengisi kekosongan skill di sektor alat diagnostik canggih.
Walaupun kita juga tetap perlu kritis tentang proses pembangunan ini apakah diikuti dengan "investasi" pada SDM lokal secara serius? Seberapa dalam keterlibatan SDM lokal kita dalam proses desain, riset, hingga kontrol kualitas produk? Karena bagaimanapun, pembangunan fasilitas tanpa diikuti pengembangan kapabilitas organisasional yang dibutuhkan tetap akan sulit bersaing di ranah global.